Memasuki tahun 2025, relevansi menjadi kata kunci dalam membangun strategi branding yang sukses. Namun, para ahli memperingatkan bahwa banyak perusahaan sering kali tergoda untuk mengikuti tren sementara (short-lived trends) demi terlihat modern atau "kekinian," tanpa memahami apakah tren tersebut relevan dengan audiens mereka atau tidak.
Tren sementara, seperti penggunaan meme culture, penggabungan isu sosial secara tiba-tiba, atau elemen viral lainnya, memang dapat memberikan perhatian dalam waktu singkat. Namun, jika diterapkan tanpa riset atau pemahaman mendalam, hal ini justru bisa menjadi bumerang bagi merek. Banyak merek yang terjebak pada tren seperti ini terlihat tidak otentik dan kehilangan esensi nilai inti mereka.
"Merek yang mengikuti tren hanya karena ingin viral sering kali terlihat canggung dan kurang relevan di mata konsumen. Ini justru membuat audiens mempertanyakan keaslian identitas merek tersebut," ujar Arif Pratama, spesialis branding dan pemasaran.
Sebagai contoh, beberapa perusahaan mencoba menggunakan gerakan sosial untuk membangun citra positif, tetapi ketika upaya tersebut tidak didukung oleh aksi nyata atau komitmen jangka panjang, konsumen dengan cepat melihatnya sebagai bentuk eksploitasi semata. Hal ini dapat menimbulkan kritik tajam yang merugikan reputasi perusahaan.
Arif menyarankan agar perusahaan lebih fokus pada strategi branding yang berkelanjutan dan sejalan dengan misi, visi, serta nilai inti merek. "Membangun merek yang kuat membutuhkan konsistensi, bukan sekadar mengikuti apa yang sedang tren. Pastikan setiap langkah strategis didasari oleh kebutuhan audiens target dan relevansi dengan nilai-nilai perusahaan," tambahnya.
Dengan menghindari dua kesalahan ini—overpromising dan terjebak tren sementara—merek dapat menciptakan hubungan yang lebih bermakna dan berkelanjutan dengan konsumen, serta memastikan kesuksesan mereka di tahun-tahun mendatang.
#advertisingmalang #advertisingterbaikmalang #studiodesainmalang #desainagencymalang #agencymalang #brandagencymalang